Sabtu, 08 Maret 2014

Wolf Diary



“Huh...” Luna menghela nafas lelah. hari-harinya di sekolah tidak pernah istimewa. Malah hari ini, Luna sudah dipermalukan di depan banyak orang. Bukan salahnya juga, kenapa Rena tiba-tiba berjalan di depannya ? lagipula tumpahan minuman itu tidak terlalu mengotori baju Rena. Namun, dengan ringannya dia memarahi dan menjelek-jelekkan Luna hanya karena hal sepele seperti itu. Rena memang kejam.
Karena uang sakunya juga habis, alhasil luna harus menahan lapar sampai jam 2 siang. Huh, lengkap sudah penderitaannya hari ini. Ingin rasanya Luna cepat menyelesaikan makan siang dan segera mencurahkan seluruh isi hatinya di dalam buku harian jingga miliknya. Buku harian itu ia temukan diantara tumpukan barang di gudang belakang rumahnya. Buku harian jingga polos tanpa gambar itu selalu menemani hari-hari sepinya di sekolah.
Sudah beberapa minggu, Luna rajin mengisi buku hariannya itu dengan berbagai peristiwa memalukan, menyedihkan sampai suasana hatinya yang kesepian selalu ia curahkan pada lembaran lusuh buku itu.
Buku harian itu semakin terasa istimewa akhir-akhir ini. Saat Luna menggoreskan tinta penanya, sebuah cahaya tiba-tiba muncul dari kertas buku harian jingga. Sesaat kemudian luna sudah berada di sebuah padang rumput yang luas. Setiap orang yang berada di situ pasti merasa sangat damai dan tenteram hatinya. Luna tidak tahu apakah itu nyata atau hanya mimpi. Itu terasa seperti mimpi yang sangat nyata, kalau tidak bisa dibilang suatu kenyataan.
Angin yang berhembus menambah kenyamanan tempat itu. Luna duduk di bawah pohon besar di sana. Sambil memejamkan mata, luna merasakan semua masalah dalam hatinya perlahan menguap.
“Huah...” Luna kaget setengah mati saat membuka matanya dan melihat seekor serigala menatapnya dengan mata besarnya. Luna sontak berlari berlindung di balik pohon besar yang tak jauh dari tempatnya duduk. Kira-kira jaraknya tak sampai 100 meter dari serigala jingga yang masih memandangnya tajam.
Luna takut sekali. Sekujur tubuhnya bergetar saat melihat pertama kali hewan karnivora itu dari dekat. Dia sampai tidak bernafas saat serigala jingga berjalan mendekatinya. Jangan mendekat.. jangan mendekat...
Sebuah keajaiban terjadi lagi di depan mata Luna. Serigala abu-abu besar yang sangat menakutinya itu perlahan berubah menjadi seorang anak laki-laki yang seumuran dengan luna. Anak lelaki itu berambut abu-abu seperti warna bulu serigala abu-abu tadi, mata cokelat karamel teduh memandangnya.
Anak lelaki itu tersenyum padanya, senyum lembut yang tidak sedikitpun menunjukkan kalau dia adalah seorang yang jahat dan menakutkan seperti serigala tadi. “Jangan takut...” sebuah kalimat keluar dari mulutnya. Hanya mendengar itu. Hati luna yang sangat gelisah seketika berubah tenang. “Namaku Wisnu, maaf tadi aku membuatmu takut. Aku pikir kamu orang jahat. Tapi sepertinya aku salah. Maafkan aku sekali lagi. Dan senang berkenalan denganmu.” Wisnu menjulurkan tangannya. Sepertinya dia memang orang baik.
Luna terpaku sesaat menyadari semua keajaiban yang telah terjadi padanya. Dan sekarang seekor serigala berubah menjadi seorang anak lelaki. Bagaimana bisa ?
Luna tersadar melihat Wisnu tak jua menarik tangannya. Luna merasa sangat tidak sopan, apabila mengabaikan seseorang yang ingin berkenalan padanya. “Ehm.. Oh ya.. Namaku Luna. Aku minta maaf juga telah berpikir kamu orang jahat. Ehm.. senang berkenalan denganmu juga.”
Luna tidak menyangka pertemuan pertamanya dengan Wisnu, menjadikan mereka teman yang akrab. Hampir setiap hari Luna mengunjungi padang rumput dan selalu tak selang beberapa menit, Wisnu muncul dengan wujudnya sebagai serigala. Namun, semakin mendekati Luna, wujud Wisnu juga berubah menjadi seorang anak lelaki biasa.
Wisnu dan Luna biasanya bermain sepuas-puasnya sampai mentari sudah ingin menghilang tergantikan kehadiran sang rembulan. Mereka melakukan berbagai hal. Wisnu biasanya yang mengajak terlebih dulu Luna untuk berkuda, memanah, memetik buah-buahan atau sekedar berlari-lari dan bermain dengan hewan-hewan di padang rumput itu.
“Hah.. capeknya... tapi sangat menyenangkan.” Luna sangat senang. Seharian ini, dia sudah berkali-kali berkuda dengan menggunakan kuda putih yang ada di sana. Tentu saja Wisnu juga ikut dengannya.
“Nih.. Minum dulu,” ujar wisnu sambil menyodorkan segelas air putih segar kepada Luna. Luna mengambilnya dan mengucapkan terima kasih. Mereka pun meneguk air putih dari gelas mereka masing-masing.
“Wisnu..” panggil Luna setelah mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. “Mungkinkah semua ini hanya mimpi dan akan hilang selamanya ?”
“Kamu bisa berpikir kalau ini hanya ilusi otakmu. Dan ya, mungkin dunia ini bisa hilang selamanya. Tapi pertemanan kita jangan hanya kamu lihat dan terekam di otakmu, cobalah rasakan keindahannya dan simpan dalam lubuk hati yang paling dalam. Kuharap kenangan indah ini tak akan hilang meski kita berpisah dan tidak bertemu lagi.”
Luna serasa dihujam oleh tombak besar tepat di jantungnya. Ia tidak mau semua rasa senang dan bahagia yang telah ia rasakan, menghilang dan tidak pernah bisa ia rasakan lagi. Semua kata-kata Wisnu membuatnya takut kehilangan semua ini.
Srek.. Srek.. suara gesekan dedaunan di belakang mereka mengejutkan Luna yang sedang asyik melepas lelah sambil tidur-tiduran. Wisnu segera waspada, maklum saja, di sekitar sini banyak terdapat hewan buas seperti serigala dan sebangsanya.
Mata cokelat itu melirik tajam ke segala arah. Insting Wisnu mendeteksi sesuatu yang berbahaya. Perlahan Wisnu merubah dirinya menjadi seekor serigala besar.
“Wisnu.. apa yang kau lakukan ?” tanya Luna dengan suara bergetar. Luna juga merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Namun, ia memang tidak mau terlalu memikirkannya. Dan sekarang ia semakin takut. Takut sekali.
Tepat sebelum Wisnu mengubah seluruh tubuhnya. Sebuah perintah yang ditujukan untuk luna terdengar pelan keluar dari mulutnya. “Luna, keluar dari dunia ini. Sekarang !”
Seekor macan kumbang berukuran sangat besar tiba-tiba berlari ke arah Wisnu dan mencoba menerkam Wisnu yang sudah berubah menjadi serigala. Wisnu juga sudah siap di posisinya. Pertarungan pun tak bisa di hindarkan.
Luna terbelalak takut. Kakinya serasa tak ada tenaga. Seluruh tubuhnya bergetar. Ketakutan yang ia rasakan melebihi rasa takutnya saat pertama melihat Wisnu yang berwujud serigala. Bukan saja karena macan kumbang itu sangat besar dan menakutkan tapi sekarang ia sangat takut jikalau Wisnu sampai terluka. Ia sangat tidak bisa membayangkan kehilangan sahabat terbaiknya.
Luna hanya memandangi pertarungan itu dari kejauhan. Ia sangat tidak mempunyai keberanian untuk membantu Wisnu. Tapi, ia juga tak tega melihat Wisnu berkali-kali diterkam dan digigit hewan buas itu.
Tampak sekali macan kumbang mengincar Luna. Berkali-kali wisnu menghalau macan supaya tidak jadi menerkam Luna yang terduduk lemas memandangi pertarungan sengit yang sedang berlangsung di depan matanya.
Wisnu maupun macam kumbang tampaknya sama-sama sudah tak berdaya. Tubuh mereka penuh dengan luka gigitan maupun luka cakaran. Karena merasa dirinya akan mati jika melanjutkan pertarungan, macan kumbang lalu berlari pergi menyelamatkan dirinya.
Wisnu terbaring mengenaskan di atas rerumputan. Wujudnya pun sudah kembali menjadi manusia. Luna segera berlari menghampiri Wisnu yang tergolek lemas. “Wisnu,, wisnu,, apa yang telah kamu lakukan ? Bertahanlah. Aku tak mau kehilangan sahabat sepertimu.”
Wisnu hanya tersenyum lemah memandang wajah Luna yang penuh air mata. “Aku mencoba melindungimu. Sebagai seorang sahabat, itu biasa dilakukan kan ? Sudahlah, jangan terus  menangis. Aku akan baik-baik saja.”
Luna tak bisa membendung air mata yang sudah banyak keluar. Kapan lagi dia bisa menemukan seorang sahabat yang dengan senangnya setiap hari mendengarkan seluruh keluh kesahnya.
“Luna” panggil Wisnu. “Maaf.. dan selamat tinggal.”

 ***
“Wisnu...!!!”
Luna tersadar kalau dirinya berada di atas tempat tidur bukan di padang rumput dengan wisnu lagi. Apakah semua itu mimpi ? Wisnu.. padang rumput.. semua itu.. hilang ?
Luna melihat jam dinding di dekat tempat tidurnya. Pukul 04.30. Sudah pagi rupanya. Luna lalu mulai melakukan rutinitas paginya.
Saat hendak keluar rumah, awan hitam sudah tampak menaungi langit pagi ini. suasana yang mendung semendung hati Luna. Angin dingin mulai berhembus, nampak sekali kalau akan ada hujan besar hari ini.
Luna kembali masuk ke dalam rumah, mengambil payung. Luna lalu pergi ke sekolah seperti biasa. Beberapa anak sekolah juga terlihat pergi ke sekolahnya. Hampir mereka semua membungkus tubuhnya dengan jaket tebal. Memang angin dingin berhembus semakin kencang.
Tes..tes.. dras... hujan turun tidak kira-kira. Luna dan beberapa anak lainnya berteduh di bawah pohon di dekat situ. Untung dia membawa payung. Jadi tanpa berlama-lama, Luna langsung kembali akan berjalan membelah hujan dinaungi payung ungu kesayangannya.
Mata luna sontak membesar, nafasnya juga seakan tak keluar. Tepat di pohon di seberangnya, ia melihat seorang anak lelaki juga sedang bersiap dengan payungnya. “Wisnu,,” Luna seakan tak percaya dengan penglihatannya sendiri.
Dengan mata cokelat karamel namun rambut yang seingat Luna berwarna abu-abu sekarang yang ada di depannya malah berwarna hitam seperti kebanyakan anak di Indonesia. Luna sedikit ragu. Mungkin saja itu hanya kebetulan mirip dengan Wisnu.
Namun,,
Wisnu membalas tatapan diam-diam Luna. Sebuah kerutan muncul di dahinya. Gawat ! dia pikir pasti aku cewek aneh yang diam-diam menatapnya. Bagaimana ini ?
Luna tak lagi menatap Wisnu. Ia mengalihkan pandangannya ke yang lain. Cepat ke sekolah dan semua kenangan itu akan berakhir.
“Hai,,” sebuah suara yang sangat ia kenal. Namun, luna berusaha untuk mengabaikannya.
“Hai,, kamu anak SMPN 61 kan ?” suara itu lagi. Sangat dekat di telinganya.
“Ehm.. ya benar. Memangnya kenapa ya ?” Kini Luna tak bisa menghindar. Wisnu sudah menghalangi jalannya. Dia sudah berdiri di depan Luna.
“Aku anak baru di sana. Bisakah kita pergi ke sana bersama-sama ? Lagipula aku belum mempunyai seorang temanpun,” kata Wisnu dibarengi senyum manis di ujung bibir.
Luna tak sadar ikut tersenyum. Ya.. dia bukan saja sekedar mirip dengan Wisnu. Namun, sepertinya dia memang dia.
Wisnu mengartikan senyuman Luna sebagai persetujuan permintaannya tadi. Dia lalu ikut berjalan di samping Luna. “Oh ya.. Namaku Wisnu. Kamu ?”
Deg.. jantung Luna serasa berhenti berdetak. Bahkan namanya sama dengan Wisnu. Apakah ini sebuah mimpi lagi ? “A..aku Luna.”
“Hm.. Luna, berarti bulan ya.” Wisnu terdiam. Lalu melanjutkan dengan nada ragu. “Apakah kita pernah bertemu ?” katanya seraya memandang Luna dari ujung rambut sampai ujung kaki.“Kurasa aku pernah bertemu denganmu tapi dimana ya ?”
“Tidak.. kita belum pernah ketemu. Mungkin kamu bertemu denganku di dalam mimpi ?” kegugupan luna ia tutupi dengan sedikit bercanda. Walaupun sebenarnya itu bukanlah sebuah candaan, karena semua itu benar.
“Hahaha.. di dalam mimpi ya. Mungkin kamu benar.”
Dibawah derasnya air hujan yang jatuh membasahi bumi. Luna merasa semua yang dialaminya bagaikan de javu. Semua ini pernah terjadi, dan sekarang terulang kembali. Bukan dalam dunia khayalan, tapi kini ia alami di dunia nyata. Luna tak lagi bersedih. Seorang sahabat sudah datang menghapus kesedihannya. Ia tak takut lagi jika semua ini akan hilang tiba-tiba, karena semua ini bukan khayalan, tapi kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar