“Huh...”
Luna menghela nafas lelah. hari-harinya di sekolah tidak pernah istimewa. Malah
hari ini, Luna sudah dipermalukan di depan banyak orang. Bukan salahnya juga,
kenapa Rena tiba-tiba berjalan di depannya ? lagipula tumpahan minuman itu
tidak terlalu mengotori baju Rena. Namun, dengan ringannya dia memarahi dan
menjelek-jelekkan Luna hanya karena hal sepele seperti itu. Rena memang kejam.
Karena
uang sakunya juga habis, alhasil luna harus menahan lapar sampai jam 2 siang.
Huh, lengkap sudah penderitaannya hari ini. Ingin rasanya Luna cepat
menyelesaikan makan siang dan segera mencurahkan seluruh isi hatinya di dalam
buku harian jingga miliknya. Buku harian itu ia temukan diantara tumpukan
barang di gudang belakang rumahnya. Buku harian jingga polos tanpa gambar itu
selalu menemani hari-hari sepinya di sekolah.
Sudah
beberapa minggu, Luna rajin mengisi buku hariannya itu dengan berbagai
peristiwa memalukan, menyedihkan sampai suasana hatinya yang kesepian selalu ia
curahkan pada lembaran lusuh buku itu.
Buku
harian itu semakin terasa istimewa akhir-akhir ini. Saat Luna menggoreskan
tinta penanya, sebuah cahaya tiba-tiba muncul dari kertas buku harian jingga.
Sesaat kemudian luna sudah berada di sebuah padang rumput yang luas. Setiap
orang yang berada di situ pasti merasa sangat damai dan tenteram hatinya. Luna
tidak tahu apakah itu nyata atau hanya mimpi. Itu terasa seperti mimpi yang
sangat nyata, kalau tidak bisa dibilang suatu kenyataan.
Angin
yang berhembus menambah kenyamanan tempat itu. Luna duduk di bawah pohon besar
di sana. Sambil memejamkan mata, luna merasakan semua masalah dalam hatinya
perlahan menguap.
“Huah...”
Luna kaget setengah mati saat membuka matanya dan melihat seekor serigala
menatapnya dengan mata besarnya. Luna sontak berlari berlindung di balik pohon
besar yang tak jauh dari tempatnya duduk. Kira-kira jaraknya tak sampai 100
meter dari serigala jingga yang masih memandangnya tajam.
Luna
takut sekali. Sekujur tubuhnya bergetar saat melihat pertama kali hewan
karnivora itu dari dekat. Dia sampai tidak bernafas saat serigala jingga
berjalan mendekatinya. Jangan mendekat.. jangan mendekat...
Sebuah
keajaiban terjadi lagi di depan mata Luna. Serigala abu-abu besar yang sangat
menakutinya itu perlahan berubah menjadi seorang anak laki-laki yang seumuran
dengan luna. Anak lelaki itu berambut abu-abu seperti warna bulu serigala abu-abu
tadi, mata cokelat karamel teduh memandangnya.
Anak
lelaki itu tersenyum padanya, senyum lembut yang tidak sedikitpun menunjukkan
kalau dia adalah seorang yang jahat dan menakutkan seperti serigala tadi.
“Jangan takut...” sebuah kalimat keluar dari mulutnya. Hanya mendengar itu.
Hati luna yang sangat gelisah seketika berubah tenang. “Namaku Wisnu, maaf tadi
aku membuatmu takut. Aku pikir kamu orang jahat. Tapi sepertinya aku salah.
Maafkan aku sekali lagi. Dan senang berkenalan denganmu.” Wisnu menjulurkan
tangannya. Sepertinya dia memang orang baik.
Luna
terpaku sesaat menyadari semua keajaiban yang telah terjadi padanya. Dan
sekarang seekor serigala berubah menjadi seorang anak lelaki. Bagaimana bisa ?
Luna
tersadar melihat Wisnu tak jua menarik tangannya. Luna merasa sangat tidak
sopan, apabila mengabaikan seseorang yang ingin berkenalan padanya. “Ehm.. Oh
ya.. Namaku Luna. Aku minta maaf juga telah berpikir kamu orang jahat. Ehm..
senang berkenalan denganmu juga.”
Luna
tidak menyangka pertemuan pertamanya dengan Wisnu, menjadikan mereka teman yang
akrab. Hampir setiap hari Luna mengunjungi padang rumput dan selalu tak selang
beberapa menit, Wisnu muncul dengan wujudnya sebagai serigala. Namun, semakin
mendekati Luna, wujud Wisnu juga berubah menjadi seorang anak lelaki biasa.
Wisnu
dan Luna biasanya bermain sepuas-puasnya sampai mentari sudah ingin menghilang tergantikan
kehadiran sang rembulan. Mereka melakukan berbagai hal. Wisnu biasanya yang
mengajak terlebih dulu Luna untuk berkuda, memanah, memetik buah-buahan atau
sekedar berlari-lari dan bermain dengan hewan-hewan di padang rumput itu.
“Hah..
capeknya... tapi sangat menyenangkan.” Luna sangat senang. Seharian ini, dia
sudah berkali-kali berkuda dengan menggunakan kuda putih yang ada di sana.
Tentu saja Wisnu juga ikut dengannya.
“Nih..
Minum dulu,” ujar wisnu sambil menyodorkan segelas air putih segar kepada Luna.
Luna mengambilnya dan mengucapkan terima kasih. Mereka pun meneguk air putih
dari gelas mereka masing-masing.
“Wisnu..”
panggil Luna setelah mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. “Mungkinkah
semua ini hanya mimpi dan akan hilang selamanya ?”
“Kamu
bisa berpikir kalau ini hanya ilusi otakmu. Dan ya, mungkin dunia ini bisa
hilang selamanya. Tapi pertemanan kita jangan hanya kamu lihat dan terekam di
otakmu, cobalah rasakan keindahannya dan simpan dalam lubuk hati yang paling
dalam. Kuharap kenangan indah ini tak akan hilang meski kita berpisah dan tidak
bertemu lagi.”
Luna
serasa dihujam oleh tombak besar tepat di jantungnya. Ia tidak mau semua rasa
senang dan bahagia yang telah ia rasakan, menghilang dan tidak pernah bisa ia
rasakan lagi. Semua kata-kata Wisnu membuatnya takut kehilangan semua ini.
Srek..
Srek.. suara gesekan dedaunan di belakang mereka mengejutkan Luna yang sedang
asyik melepas lelah sambil tidur-tiduran. Wisnu segera waspada, maklum saja, di
sekitar sini banyak terdapat hewan buas seperti serigala dan sebangsanya.
Mata
cokelat itu melirik tajam ke segala arah. Insting Wisnu mendeteksi sesuatu yang
berbahaya. Perlahan Wisnu merubah dirinya menjadi seekor serigala besar.
“Wisnu..
apa yang kau lakukan ?” tanya Luna dengan suara bergetar. Luna juga merasakan
sesuatu yang buruk akan terjadi. Namun, ia memang tidak mau terlalu
memikirkannya. Dan sekarang ia semakin takut. Takut sekali.
Tepat
sebelum Wisnu mengubah seluruh tubuhnya. Sebuah perintah yang ditujukan untuk
luna terdengar pelan keluar dari mulutnya. “Luna, keluar dari dunia ini.
Sekarang !”
Seekor
macan kumbang berukuran sangat besar tiba-tiba berlari ke arah Wisnu dan mencoba
menerkam Wisnu yang sudah berubah menjadi serigala. Wisnu juga sudah siap di
posisinya. Pertarungan pun tak bisa di hindarkan.
Luna
terbelalak takut. Kakinya serasa tak ada tenaga. Seluruh tubuhnya bergetar.
Ketakutan yang ia rasakan melebihi rasa takutnya saat pertama melihat Wisnu
yang berwujud serigala. Bukan saja karena macan kumbang itu sangat besar dan
menakutkan tapi sekarang ia sangat takut jikalau Wisnu sampai terluka. Ia
sangat tidak bisa membayangkan kehilangan sahabat terbaiknya.
Luna
hanya memandangi pertarungan itu dari kejauhan. Ia sangat tidak mempunyai
keberanian untuk membantu Wisnu. Tapi, ia juga tak tega melihat Wisnu
berkali-kali diterkam dan digigit hewan buas itu.
Tampak
sekali macan kumbang mengincar Luna. Berkali-kali wisnu menghalau macan supaya
tidak jadi menerkam Luna yang terduduk lemas memandangi pertarungan sengit yang
sedang berlangsung di depan matanya.
Wisnu
maupun macam kumbang tampaknya sama-sama sudah tak berdaya. Tubuh mereka penuh
dengan luka gigitan maupun luka cakaran. Karena merasa dirinya akan mati jika
melanjutkan pertarungan, macan kumbang lalu berlari pergi menyelamatkan
dirinya.
Wisnu
terbaring mengenaskan di atas rerumputan. Wujudnya pun sudah kembali menjadi
manusia. Luna segera berlari menghampiri Wisnu yang tergolek lemas. “Wisnu,,
wisnu,, apa yang telah kamu lakukan ? Bertahanlah. Aku tak mau kehilangan
sahabat sepertimu.”
Wisnu
hanya tersenyum lemah memandang wajah Luna yang penuh air mata. “Aku mencoba
melindungimu. Sebagai seorang sahabat, itu biasa dilakukan kan ? Sudahlah,
jangan terus menangis. Aku akan
baik-baik saja.”
Luna
tak bisa membendung air mata yang sudah banyak keluar. Kapan lagi dia bisa
menemukan seorang sahabat yang dengan senangnya setiap hari mendengarkan
seluruh keluh kesahnya.
“Luna”
panggil Wisnu. “Maaf.. dan selamat tinggal.”
***
“Wisnu...!!!”
Luna
tersadar kalau dirinya berada di atas tempat tidur bukan di padang rumput
dengan wisnu lagi. Apakah semua itu mimpi ? Wisnu.. padang rumput.. semua itu..
hilang ?
Luna
melihat jam dinding di dekat tempat tidurnya. Pukul 04.30. Sudah pagi rupanya.
Luna lalu mulai melakukan rutinitas paginya.
Saat
hendak keluar rumah, awan hitam sudah tampak menaungi langit pagi ini. suasana
yang mendung semendung hati Luna. Angin dingin mulai berhembus, nampak sekali
kalau akan ada hujan besar hari ini.
Luna
kembali masuk ke dalam rumah, mengambil payung. Luna lalu pergi ke sekolah
seperti biasa. Beberapa anak sekolah juga terlihat pergi ke sekolahnya. Hampir
mereka semua membungkus tubuhnya dengan jaket tebal. Memang angin dingin
berhembus semakin kencang.
Tes..tes..
dras... hujan turun tidak kira-kira. Luna dan beberapa anak lainnya berteduh di
bawah pohon di dekat situ. Untung dia membawa payung. Jadi tanpa berlama-lama,
Luna langsung kembali akan berjalan membelah hujan dinaungi payung ungu
kesayangannya.
Mata
luna sontak membesar, nafasnya juga seakan tak keluar. Tepat di pohon di
seberangnya, ia melihat seorang anak lelaki juga sedang bersiap dengan
payungnya. “Wisnu,,” Luna seakan tak percaya dengan penglihatannya sendiri.
Dengan
mata cokelat karamel namun rambut yang seingat Luna berwarna abu-abu sekarang
yang ada di depannya malah berwarna hitam seperti kebanyakan anak di Indonesia.
Luna sedikit ragu. Mungkin saja itu hanya kebetulan mirip dengan Wisnu.
Namun,,
Wisnu
membalas tatapan diam-diam Luna. Sebuah kerutan muncul di dahinya. Gawat ! dia
pikir pasti aku cewek aneh yang diam-diam menatapnya. Bagaimana ini ?
Luna
tak lagi menatap Wisnu. Ia mengalihkan pandangannya ke yang lain. Cepat ke
sekolah dan semua kenangan itu akan berakhir.
“Hai,,”
sebuah suara yang sangat ia kenal. Namun, luna berusaha untuk mengabaikannya.
“Hai,,
kamu anak SMPN 61 kan ?” suara itu lagi. Sangat dekat di telinganya.
“Ehm..
ya benar. Memangnya kenapa ya ?” Kini Luna tak bisa menghindar. Wisnu sudah
menghalangi jalannya. Dia sudah berdiri di depan Luna.
“Aku
anak baru di sana. Bisakah kita pergi ke sana bersama-sama ? Lagipula aku belum
mempunyai seorang temanpun,” kata Wisnu dibarengi senyum manis di ujung bibir.
Luna
tak sadar ikut tersenyum. Ya.. dia bukan saja sekedar mirip dengan Wisnu.
Namun, sepertinya dia memang dia.
Wisnu
mengartikan senyuman Luna sebagai persetujuan permintaannya tadi. Dia lalu ikut
berjalan di samping Luna. “Oh ya.. Namaku Wisnu. Kamu ?”
Deg..
jantung Luna serasa berhenti berdetak. Bahkan namanya sama dengan Wisnu. Apakah
ini sebuah mimpi lagi ? “A..aku Luna.”
“Hm..
Luna, berarti bulan ya.” Wisnu terdiam. Lalu melanjutkan dengan nada ragu. “Apakah
kita pernah bertemu ?” katanya seraya memandang Luna dari ujung rambut sampai
ujung kaki.“Kurasa aku pernah bertemu denganmu tapi dimana ya ?”
“Tidak..
kita belum pernah ketemu. Mungkin kamu bertemu denganku di dalam mimpi ?”
kegugupan luna ia tutupi dengan sedikit bercanda. Walaupun sebenarnya itu
bukanlah sebuah candaan, karena semua itu benar.
“Hahaha..
di dalam mimpi ya. Mungkin kamu benar.”
Dibawah
derasnya air hujan yang jatuh membasahi bumi. Luna merasa semua yang dialaminya
bagaikan de javu. Semua ini pernah terjadi, dan sekarang terulang kembali.
Bukan dalam dunia khayalan, tapi kini ia alami di dunia nyata. Luna tak lagi
bersedih. Seorang sahabat sudah datang menghapus kesedihannya. Ia tak takut
lagi jika semua ini akan hilang tiba-tiba, karena semua ini bukan khayalan,
tapi kenyataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar